Makalah Perkembangan Karir Orang Dewasa



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Manusia adalah mahluk yang eksploratif dan potensial. Manusia dikatakan mahluk yang eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia sebagai mahluk potensial karena pada dirinya tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan secara nyata. Sebagai akhir dari masa remaja, ketika manusia menginjak masa dewasnya sudah terlihat adanya kematangan dari dalam dirinya. Kematangan jiwa tersebut menggambarkan bahwa manusia tersebut sudah menyadari makna hidupnya. Dengan kata lain, manusia dewasa sudah mampu memilih nilai atau norma yang telah dianggap baik untuk dirinya serta berusaha untuk mempertahankan nilai atau norma yang telah dipilihnya.
            Manusia dewasa memiliki ego dalam dirinya untuk berada dalam kondisi bebas ekonomi. Oleh karena itu, untuk memperoleh kebebasan ekonomi maka perlu adanya karier yang ditempuh agar mendapatkan finasial sesuai kebutuhan. Perkembangan karier pada masa dewasa dibagi menjadi empat tahap, yakni perkembangan karier pada masa dewasa awal, perkembangan karier pada masa dewasa madya, perkembangan karier pada masa dewasa akhir, dan penyesuaian diri masa dewasa akhir saat pensiun.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan karier pada masa dewasa awal ?
2.      Bagaimana perkembangan karier pada masa dewasa madya ?
3.      Bagaimana perkembangan karier pada masa dewasa akhir ?
4.      Bagaimana penyesuaian diri pada saat masa pensiun ?

C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Mampu memahami perkembangan karier pada masa dewasa awal
2.      Mampu memahami perkembangan karier pada masa dewasa madya
3.      Mampu memahami perkembangan karier pada masa dewasa akhir
4.      Mampu memahami penyesuaian diri pada saat masa pensiun
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan Karier Pada Masa Dewasa Awal
1.      Perubahan Perkembangan
            Menjelang awal dan pertengahan usia dua puluhan, banyak individu sudah menyelesaikan pendidikan atau pelatihan mereka dan mulai bekerja paruh waktu. Sejak usia pertengahan dua puluh hingga akhir masa dewasa awal, individu sering mencari kestabilan untuk karier awal mereka di bidang tertentu
(Santrock, 2011: 28-29).
2.      Gambaran Mengenai Pekerjaan
            Pekerjaan yang menuntut gelar sarjana merupakan pekerjaan yang diharapkan mencapai pertumbuhan yang paling besar pekerjaan dengan gaji tertinggi membutuhkan gelar sarjana (Santrock, 2011: 30).
3.      Penyesuaian Pekerjaan
            Bagi sebagian besar pria dewasa sekarang, kebahagiaan bergantung pada kesesuaian, besar dan luasnya cakupan bakat dan minat dengan tugas yang diemban. Karena meningkatnya jumlah wanita baik yang telah menikah maupun yang masih lajang yang bekerja di luar rumah, maka mau tidak mau mereka harus menyesuaikan bakat dan minatnya.
            Masalah seperti ini merupakan masalah yang serius bagi wanita dibandingkan dengan pria, karena sekarang banyak karyawati wanita mengusulkan pada pemerintah federal untuk mengurangi diskriminasi perlakuan antara pria dan wanita dalam pekerjaan, agar mereka dapat memperoleh gaji yang lebih tinggi dan pekerjaan yang lebih baik.
            Beberapa wanita berusaha untuk menghindari rasa frustasi, bosan, kaku, dan situasi pekerjaan yang tidak menyenangkan yang tidak dapat dihindarkan, apabila kesempatan lain untuk bekerja sudah tertutup bagi mereka, kalaupun ada yang sangat kecil jumlahnya, dan sulit persyaratannya karena pengusaha takut dikenakan hukum. Masing-masing penyesuaian tidak bergantung pada dan terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada bidang lain. Tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa dalam penyesuaian ini pengalaman individu dari kategori sukses maupun gagal dalam usaha, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penyesuaian sosial dan personal yang juga setingkat dengan kepuasan hidup. Dari berbagai bidang dalam menyesuaikan bakat dan minat bagi orang dewasa sebaiknya selaras dengan berbagai kriteria di bawah ini, yang dianggap sebagai faktor yang paling umum. (Hurlock, 2003: 278-279)
a.      Pilihan Pekerjaan
            Penyesuaian pertama yang dianggap pokok adalah memilih bidang yang cocok dengan bakat, minat, dan faktor psikologis lainnya secara hakiki sulit dipungkiri agar kesehatan mental dan fisiknya sebagai orang dewasa dapat terjaga. Karena banyaknya kasus dalam memilih bidang kerja yang tidak cocok dengan bakat dan minat (suara hati kecil) tetapi dipilih karena besarnya pengaruh sosial yang ada, justru menimbulkan ketidakpuasan terhadap hasil karyanya, tidak merasa mencintai tugasnya dan akhirnya prestasi kerja menurun.
            Beberapa orang dewasa telah menentukan pilihannya daru jauh-jauh hari pula mereka melatih diri sesuai persyaratan yang diperlukan untuk jenis tugas yang dianggap cocok dengan minat dan bakatnya. Sebaliknya, masih banyak orang dewasa yang bingung tentang apa yang mereka kerjakan dalam hidupnya setelah selesai pendidikan SLTA, akademik, bahkan tamat perguruan tinggi. Situasi yang memperburuk adalah mereka sering menjumpai kenyataan dalam hidup, bahwa apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka inginkan untuk dilakukan tidak tersedia di masyarakat kantor dan bidang lainnya.
            Bisa jadi situasi suram itu terjadi karena mereka memang tidak mempunyai cukup bekal ilmu dan keterampilan serta pengalaman yang sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditawarkan. Dengan demikian adanya asumsi bahwa pemilihan bidang kerja, jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat atau jurusan yang kurikulumnya berisi kebutuhan yang diperlukan untuk bekerja, menjadi semakin sulit ditemukan oleh setiap tingkat generasi berikutnya. Situasi ini juga semakin mempersulit penyesuaian bakat dan minat. Menurut Hurlock (2003) faktor yang menyulitkan pilihan pekerjaan antara lain:
1)      Jumlah dan jenis pekerjaan yang berbeda yang akan dipilihnya terus bertambah.
2)      Pendidikan dan pelatihan yang dimiliki tidak memenuhi syarat.
3)      Tugas-tugas yang kurang jaminan keamanannya.
4)      Kemampuan seseorang untuk lalai karena pengalaman dan pelatihan yang pernah diperolehnya sangat minim. (Hurlock, 2003: 279-230)
5)      Pendidikan dan pelatihan yang diperolehnya tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk memegang pekerjaan yang masih lowong.
b.      Stabilitas Pilihan Pekerjaan
            Penyesuain kedua yang dianggap penting bagi orang dewasa muda adalah pilihan jurusan harus dilakukan dengan mantap. Perubahan jenis pekerjaan sebagai karier dilakukan pada seseorang menjelang akhir usia tiga puluahn, maka tindakan ini dianggap terlambat. Hal ini merupakan bukti bahwa karier khusus tertentu memerlukan pelatihan khusus. Oleh karena itu seseorang perlu secara khusus mengikuti pelatihan dengan cara meningkatkan tugasnya untuk sementara.
            Seberapa jauh tingkat kemantapan pemilihan jurusa bagi seseorang bergantung pada tiga faktor, yaitu pengalaman kerja, daya tarik pribadi terhadap pekerjaan, dan nilai yang terkandung pada pekerjaan yang dipilih. Orang dewasa yang mempunyai cukup pengalaman kerja dapat memperoleh kepuasan yang jauh lebih sesuai dengan pekerjaan yang dipilih dibandingkan dengan mereka yang kurang mempunyai pengalaman kerja.
            Apabila seseorang memilih jenis pekerjaan yang berhubungan dengan keterampilan pribadi yang tercermin dalam jurusan yang diambil dalam tingkat SLTA atau akademis atau pilihannya terhadap ekstrakurikuler, biasanya ia lebih merasa puas dengan keputusannya, dibandingkan dengan pilihan yan tidak atau kurang relevan dengan minat dan seleranya. Nilai pekerjaan sering memainkan peran penting dalam menentukan kemantapan pekerjaan yang dipilih dibandingkan dengan pengalaman kerja dan daya tarik pribadi terhadap pekerjaan.
            Bagaimanapun juga, penting untuk disadari bahwa baik pria maupun wanita cenderung untuk mengubah pekerjaannya sebagai hasil pengalaman yang diperoleh dari bekerja. Makin dewasa seseorang, biasanya ia makin menambah nilai yang mendukung kemantapannya terhadap suatu pekerjaan dan mandiri dengan pekerjaan tersebut, daripada orang yang mengerjakan pekerjaan yang lebih menarik atau tawaran gaji yang lebih tinggi. (Hurlock, 2003: 281)


c.       Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas Pekerjaan
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas seseorang dalam memilih pekerjaan. Pertama tingkat stabilitas akan bertambah sejalan dengan berjalannya usia. Orang yang berganti pekerjaan atau karier terjadi sejauh ia mempunyai alasan-alasan ekonomis atau karena terjadi perubahan daya tarik pada dirinya. Pergantian pekerjaan dalam satu jabatan lebih sering terjadi dibandingkan dengan perubahan jabatan itu sendiri.
            Pekerja yang memiliki keterampilan nampaknya lebih sulit peningkatan karier dan sulit untuk mengganti jenis pekerjaan, karena ia kesulitan dalam mencari jenis keterampilan baru. Seseorang tetap berhasil dalam kariernya cenderung untuk tetap bertahan pada jurusan yang selama ini sudah ditekuni. Sedangkan kepindahannya merupakan hasil dari pertimbangan yang dilakukan lebih matang tentang bakat dan watak sebelumnya berdasarkan pada berbagai pengalamannya selama ini. Wanita cenderung kurang mantap dalam pekerjan yang dipilih daripada pria, terutama karena (wanita berkeluarga) secara proporsional lebih banyak dibentuk oleh tekananan sebagai pekerja wanita. (Hurlock, 2003: 278-279)
d.      Penyesuaian Diri Dengan Pekerjaan
            Penyesuaian diri terhadap jenis pekerjaan yang telah dipilihnya. Selama pemilihan pekerjaan orang dewasa, dengan sendirinya perlu menyesuaikan diri dengan sifat dan macam pekerjaan tersebut yang antara lain meliputi jenis kerja setiap hari dan minggunya, penyesuaian terhadap teman sejawat dan para pimpinan dan sebagainya. Bagi sebagian besar orang dewasa muda, terutama mereka yang kurang mempunyai pengalaman kerja sering mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diembannya. (Hurlock, 2003: 281-284)
            Tak dapat dibantah lagi, bahwa faktor yang paling mempengaruhi proses penyesuaian diri seseorang dengan pekerjaannya adalah sikap para pekerja itu sendiri. Havighurst, dalam studinya tentang sikap pekerja terhadap pekerjaanya menyimpulkan bahwa ia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori umum, yaitu sikap kerja yang menopang masyarakat (Society maintaining work attitude) dan sikap kerja yang melibatkan ego (Ego involving work attitude).


1)      Penyesuain diri pria
            Menurut Hurlock (2003: 281-282) ada sejumlah kondisi yang penting bagi pria, yang mempengaruhi proses penyesuaian pria terhadap pekerjaannya sebagai berikut,
a)      Apa bila pekerjaannya memungkinkannya untuk berperan, maka ia akan memainkan perannya, ia akan merasa sangat puas dan proses penyesuaiannya berjalan dengan sangat harmonis.
b)      Kepuasan dapat diperoleh apabila pria merasa bahwa pekerjaannya menuntut banyak kemampuan yang dimiliki dan hasil pendidikannya.
c)      Proses penyesuaian dengan pekerjaan dipengaruhi oleh cara pria menyesuaikan dirinya dengan wewenang.
d)     Penyesuian terhadap pekerjaan dipengaruhi oleh meningkat tidaknya gaji yang diterima.
2)      Penyesuaian Diri Wanita
            Menurut Hurlock (2003: 282-284) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri wanita terhadap pekerjaan yang diembannya, diantaranya:
a)      Bila wanita tidak mampu lagi memperoleh pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan latihan yang pernah diperoleh seta impian dirinya, maka mereka akan mengalami frustasi.
b)      Apabila wanita merasa bahwa mereka melakukan pekerjaan yang tidak berkembang (pasif), khususnya bila mereka mendekati usia madya. Melampiaskan kekesalannya terhadap bawahannya.
c)      Apabila wanita telah membentuk badan aspirasi kerja yang sesuai, mereka cenderung menjadi frustasi bila menemukan bahwa kemampuan dan pelatihan mereka membenarkan aspirasi yang lebih tinggi.
d)     Apabila peran kepemimpinan wanita ditolak.
e)      Banyak wanita yang tidak menyukai kalau harus melaksanakan beban tugas ganda satu tugas dalam duia kerja perkantoran dan satu lagi tugas rumah tangga.
f)       Banyak wanita yang setelah lama bekerja di kantor mereka merasa pasrah dan tak sanggup lagi apabila mereka diharapkan untuk berperan sebagai ibu rumah tangga dan ibu dari anak-anaknya.
e.       Penilaian Terhadap Penyesuaian Dan Pekerjaan
            Sampai sejauh mana keberhasilan seseorang menyesuaikan diri terhadap pekerjaan yang dipilihnya dapat dinilai dengan tiga kriteria, yaitu prestasi dalam bekerja, berapa kali ia pindah kantor atau berapa kali ia berhasil untuk dapat pindah kantor atas sukarela atas kemauan sendiri, dan tingkat kepuasan yang dapat dinikmatinya oleh keluarganya yang ia peroleh dari pekerjaan beserta status ekonomi yang dicapai. Karena ketiga kriteria itu begitu penting, maka masing-masing kriteria tersebut akan dibahas secara terpisah dan rinci sebagi berikut:
1)      Prestasi Kerja
            Kriteria pertama terhadap penyesuaian pekerjaan seseorang adalah tingkat keberasilan yang dicapai dalam bekerja. Keinginan untuk maju dan berhasil bagi kaum remaja sangat besar yang biasanya terus dibawa sampai masa dewasanya-nya. Orang muda yang mempunyai motivasi semacam ini agar berhasil dengan gemilang sering dipenuhi oleh kesehatan, keluarga, dan tingkat ketertarikan mereka terhadap tugas-tugas.
            Karena usaha tersebut mereka sering mencapai puncak prestasi pada usia pertengahan tiga puluhan. Meskipun ada keinginan untuk mencapai sukses tetapi pentingah disadari bahwa hanya beberapa pria dan sedikit sekali wanita yang sadar akan potensi pekerjaannya. Orang dewasa mungkin gagal karena faktor rintangan dari lingkungan, misalnya kesempatan kerja yang terbatas bagi pekerjaan yang dapat mereka lakukan dengan baik di mana mereka hidup.
            Tak pelak bahwa rintangan yang paling serius dan paling umum untuk mencapai apa yang dapat dilakukan mereka adalah takut akan sukses. Beberapa orang dewasa mungkin takut berhasil pada pekerjaan/bidangnya karena mereka merasa tidak mampu untuk diberi tanggung jawab dan tugas yang berat. Perasaan takut berhasil pada wanita jauh lebih sering terjadi karena perasaan bahwa berhasil dalam karier akan merusak citra mereka bahkan mengarah ke situasi penolakan sosial.
2)      Perubahan Pekerjaan dan Sukarela
            Kriteria kedua dalam proses penyesuaian bidang keahlian seseorang adalah jumlah perubahan yang dilakukan seseorang terhadap bidang kejuruannya atau pekerjannya. Jumlah ini dapat digunakan sebagai kriteria atau indikator kegagalan atau keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan dirinya dengan jurusandan bidang yang ditekuni selama ini. Sering terjadi perubahan pekerjaan yang dilakukan oleh para wanita dengan senang hati.
            Seorang istri yang bekerja, berhasil atau tidak dalam menyesuaikan diri dengan pekerjaannya, merasa perlu pindah pekerjaan karena ternyata suaminya pindah tugas atau pindah ke lain tempat yang masyarakatnya berbeda. Wanita sebagai kelompok, lebih sulit untuk mengubah atau pindah karier atau pindah pekerjaan daripada pria. Mereka hanya mau melakukannya apabila benar-benar dianggap perlu, walaupun mereka merasa kurang cocok dengan pekerjaannya atau mereka tahu kariernya sulit berkembang dan tidak ada tantangannya dan latihan tambahan untuk pekerjaannya.
3)      Kepuasan
            Kriteria ketiga dalam penyesuaian bidang kerja adalah tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan. Pada usia duapuluhan, sebagian besar orang sudah merasa senang kalau memperoleh pekerjaan, walaupun pekerjaan tersebut tidak seluruhnya menyenangkan dan disukainya, sebab pekerjaan ini telah memberinya kebebasan yang diinginkan sehingga memungkinkannya untuk menikah. Rasa tidak puas biasanya mulai terjadi selama pertengahan usia dua puluhan sampai menjelang usia tigapuluhan, terutama ketika orang muda tidak dapat menanjak secara secepat yang mereka harapkan, atau jikalau saat itu terjadi resesi ekonomi dimana pekerjaan sulit ditemukan dan ketidakpuasan pun akan meningkat.
            Periode ini biasanya berakhir sampai usia awal sampai pertengahan tigapuluhan. Setelah masa ini biasanya rasa puas mereka meningkat sebagai hasil dari prestasi besar yang dicapai dan imbangan keuangan yang semakin besar. Hal ini terbukti bahwa sebagian besar orang yang menyukai pekerjaan pada usia tiga puluhan tetapi mereka tidak “mencintai” pekerjaan tersebut. Mereka menikmati hasil kontak sosial dalam kerja yang diberikan pada mereka, mereka merasa bagian dari dunia nyata. Rasa puas diperoleh dari prestasi kerjanya yang lebih penting lagi adalah uang untuk gaya hidup yang mereka inginkan. Wanita, sebagai kelompok cenderung untuk jauh lebih kurang puas dengan pekerjaan mereka ketimbang pria.
            Hal ini tidak hanya disebabkan oleh situasi yang memaksa mereka untuk melakukan tugas-tugas yang lebih rendah daripada kemampuan dan pendidikan yang dimiliki , tetapi juga karena beban tugas yang dilakukannya sering terlalu berat dan anggota keluarganya cenderung kurang puas mereka harus mengerjakan tugas ibu atau istrinya. Kepuasan dapat meningkatkan motivasi untuk apa yang dapat mereka kerjakan dan belajar lebih banyak tentang kerja sehingga dapat menerapkannya dengan efisien. (Hurlock, 2003: 284-286)
f.       Pengangguran
            Pengangguran mengakibatkan stress, terlepas dari apakah kehilangan pekerjaan itu bersifat sementara, cyclical, atau permanen (Perruci & Perruci, 2009; Romans, Cohen, & Forte, 2010 dalam Santrock: 2011: 31). Para peneliti telah menemukan bahwa pengangguran berkaitan dengan masalah-masalah fisik (seperti serangan jantung dan stroke), masalah- masalah mental (seperti depresi dan kecemasan), kesulitan perkawinan, dan pembunuhan (Gallo & lain-lain, 2006 dalam Santrock, 2011: 31).
            Stres yang muncul juga tidak hanya disebabkan oleh kehilangan penghasilan dan kesulitan finansial namun karena kehilangan harga diri (Audhoe & kawan-kawan, 2010; Beuteul & kawan-kawan, 2010 dalam Santrock, 2011: 31). Individu yang paling dapat mengatasi pengangguran adalah individu yang memiliki sumber daya finansial, sering menabung, atau memperoleh penghasilan dari keluarga lain.
B.     Perkembangan Karier Pada Usia Dewasa Madya
1.      Penyesuaian Pekerjaan
Penyesuaian diri yang berpusat di sekitar pekerjaan menjadi semakin sulit pada usia madya. Meningkatnya penggunaan alat-alat otomatis dan adanya kecenderungan yang mengarah pada bergabungnya perusahaan kecil menjadi perusahaan besar, banyak pegawai usia madya tidak dipekerjakan lagi sehingga mereka terpaksa masuk dalam kelompok pengangguran. Mereka yang berusia madya dihadapkan dengan masalah yang betul-betul baru, yaitu masalah penyesuaian terhadap masa tua yang akan segera datang, penyesuaian terhadap masa tua sangat sulit dan dapat menimbulkan ketegangan emosional yang kuat.
Penyesuaian pekerjaan bagi mereka yang berusia madya menjadi sulit karena sejumlah kondisi baru dalam lingkungan pekerjaan. Hurlock (2003: 348) mengemukakan beberapa perubahan kondisi bekerja yang mempengaruhi pekerja berusia madya, diantaranya:
a.       Sikap sosial yang tidak menyenangkan
Ada kecenderungan untuk menganggap pekerja usia madya sudah terlalu tua untuk mempelajari keterampilan baru sehingga mereka berusaha mengikuti perkembangan zaman.
b.      Strategi perekrutan karyawan
Karena telah meluasnya kepercayaan bahwa produktivitas maksimal karyawan dapat dicapai dengan cara merekrut pegawai dan melatih karyawan yang masih muda dan karena majikan hanya mau menggaji karyawan usia lanjut dengan gaji kecil, pekerja usia madya mempunyai lebih banyak kesulitan mendapat pekerjaan.
c.       Meningkatnya penggunaan otomatisasi
Pekerja usia madya bekerja lebih lambat dari pekerja usia muda khusunya dalam penggunaan otomatisasi yang memerlukan tingkat inteligensi yang tinggi, lebih banyak latihan dan kecepatan yang lebih besar.
d.      Kerja kelompok
Pekerja yang lebih muda dapat bekerja sama dengan baik dibandingkan pekerja usia madya.
e.       Peranan isteri
Isteri harus menjadi penasihat suami dalam menghadapi berbagai masalah kerja.
f.       Masa pensiun wajib
Kesempatan untuk dipromosikan setelah usia lima puluhan menjadi kecil kemungkinannya.
g.      Kekuasaan bisnis besar
Bisnis kecil banyak diambil alih dan dikalahkan oleh bisnis besar sehingga pekerja usia madya tidak memiliki tempat dalam organisasi baru atau bahwa pekerjaan mereka menurun tingkatnya daripada sebelumnya.
h.      Relokasi
Dengan adanya konsolidasi perusahaan kecil ke perusahaan besar, menyebabkan karyawan terpaksa menyesuaikan bial pabrik dan kantor dipindahkan ke dekat perusahaan induk. Pekerja usia madya yang harus pindah mempunyai lebih banyak kesulitan dan cenderung menjadi pengalaman traumatik bagi isteri berusia madya dan anak-anak berusia belasan tahun.
            Prestasi keberhasilan tertinggi bagi pria diperoleh pada waktu usia empat puluhan dan awal lima puluhan. Pada masa itu pekerja tidak hanya dapat mencapai puncak status dalam jenjang organisasi saja tetapi juga pendapatannya mencapai angka tertinggi. Bagaimanapun juga ada beberapa pria yang berusia madya yang telah mencapai puncak statusnya dalam kerjanya tetapi masih juga belum puas. Dalam kondisi seperti ini, beberapa dari mereka berusaha mencari pekerjaan yang lebih mereka sukai dan bagi sebagian pria lain tidak sekadar berganti pekerjaan saja, tetapi ada juga yang berganti profesi. Ketidakmantapan pekerjaan bekerja pada awal usia empat puluhan menurut sejumlah kasus yang ada diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor yang terpenting adalah keresahan sebagai ciri umum dalam periode hidup ini: berakhirnya tanggung jawab untuk membiayai anak-anak, yang membebaskan mereka dari beban yang mereka pikul bertahun-tahun; dan kesadaran bahwa jika ia ingin mengubah pekerjaan, ia harus melakukannya sekarang juga atau sama sekali tidak beralih profesi.
            Jumlah wanita berusia madya dalam profesi, bisnis, dan industri meningkat, maka masalah penyesuaian diri pekerja pria usia madya semakin bertambah. Sebagian besar wanita, merasa lebih sulit mendapat pekerjaan dan dipromosikan dibanding pria. Karena kondisi tersebut, banyak wanita usia madya tidak hanya merasa tidak puas dengan pekerjaannya, tetapi mereka juga tidak kerasan pada satu jenis pekerjaan sehingga mereka selalu berusaha mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan usianya.
            Penyesuaian terhadap pekerjaan pada usia madya, dapat dinilai dari tingkat keberhasilan yang dicapai pria dan wanita dalam pekerjaan mereka dan dari tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.
2.      Bahaya Pekerjaan pada Usia Madya
            Jenis dan macam bahaya yang timbul dalam proses penyesuaian terhadap pekerjaan pada masa usia madya serupa dengan bahaya yang dihadapi pada masa dewasa dini. Beberapa dari bahaya pekerjaan merupakan ciri dari periode tersebut dan ada delapan bahaya yang dianggap umum dan serius. Hurlock (2003: 351) mengemukakan delapan bahaya tersebut, diantaranya:
a.       Kegagalan dalam mencapai cita-cita awal
Bahaya yang pertama ini mengakibatkan menurunnya sikap ego karena pekerja usia madya tahu bahwa usia ini merupakan saat pencapaian puncak prestasi sehingga mengakibatkan pekerja usia madya tidak berminat lagi untuk meraih cita-citanya di saat usia sudah cukup lanjut.
b.      Mandirinya kreativita
c.       Pekerja usia madya menampilkan mundurnya kreativitas kerja sehingga mengakibatkan orang merasa kurang puas dengan prestasi yang diperolehnya dan menyatakan bahwa kreativitasnya sudah tidak sehebat yang pernah dicapai dulu.
d.      Kebosanan
Pekerja usia madya memiliki kesempatan kecil untuk mencari pekerjaan yang lebih menarik. Perasaan bosan umumnya menjangkiti pekerja industri yang menghadapi kenyataan bahwa otomatisasi peralatan pabrik secara meningkat, menggantikan pekerjaan setiap individu pekerja.
e.       “Keagungan”
Kecenderungan menjadi agung (bigness) dalam bidang usaha, industri dan pekerjaan profesional lainnya merupakan bahawa pekerjaan bagi para pekerja usia madya. Dalam satuan organisasi yang sangat besar dan rumit, mengakibatkan para pekerja mempunyai kesempatan yang sangat minim untuk mengenal langganan, pasien dan atau kliennya.
f.       Perasaan “Terperangkap”
Banyak pekerja usia madya yang merasa tidak bahagia dalam kerjanya karena merasa “terperangkap” dalam pekerjaan sebagai sisa hisupnya, dan merasa tidak akan dapat untuk membebaskan diri sendiri sampai ia mencapai usia pensiun.
g.      Pengangguran
Pekerja usia madya diberhentikan saat meningkatnya penggunaan mesin-mesin otomatisasi. Empat kelompok pekerja usia madya yang sulit mencari pekerjaan adalah mereka yang IQ-nya rendah, wanita, pria dari kelompok minoritas dan pekerja pelaksana atau mereka yang bekerja pada tingkat kelompok manajemen menengah.
h.      Sikap tidak menyenangkan terhadap pekerjaan
Bahaya ini menimbulkan efek yang merusak pada prestasi kerja dan penyesuaian pribadi para pekerja berusia madya.
i.        Mobilitas geografis
Kebanyakan orang yang berusia madya tidak senang untuk dipingahkan khusunya apabila mempunyai anak usia belasan yang masik sekolah atau isterinya bekerja atau aktif di organisasi atau kegiatan kemasyarakatan. Perpindahan ini seringkali tidak dapat dihindarkan apabila perusahaan melakukan relokasi setelah terjadi penggabungan perusahaan, atau apabila pekerja tersebut selama ini sudah menganggur.
C.    Perkembangan Karir Pada Masa Dewasa Akhir
            Pada awal abad ke-21, persentase laki-laki yang berusia 65 tahun ke atas yang tetap bekerja purna-waktu, lebih sedikit dibandingkan pada awal abad ke-20. Penurunan yang terjadi dari tahun 1900 hingga tahun 2000 adalah sebesar 70 persen (Shore & Goldberg, 2005 dalam Santrock, 2011).
Beberapa pensiunan hanya pensiun sebagian, dan terlibat dalam pekerjaan paruh waktu dengan cara mengurangi jumlah jam kerja atau dengan melakukan pekerjaan baru (dengan gaji yang lebih rendah) (Hardy, 2006 dalam Santrock, 2011). Para laki-laki yang bekerja sendiri, secara khusus cenderung melanjutkan pekerjaan sebagai karyawan yang digaji, baik di pekerjaan yang sama atau di pekerjaan yang baru.
Berdasarkan National Longitudinal Survey of Older Men, ditemukan bahwa kesehatan yang baik, komitmen psikologis yang kuat untuk bekerja, dan ketidaksukaan terhadap pensiun, merupakan karakteristik-karakteristik yang paling penting yang berkaitan dengan bekerja terus hingga lanjut usia (70-an dan 80-an) (Parners & Sommers, 1994 dalam Santrock 2011). Kemungkinan bekerja juga berkorelasi secara positif dengan pencapaian pendidikan dan menikah dengan istri yang bekerja.
Kemampuan kognitif adalah salah satu prediktor terbaik performa kerja pada orang-orang lanjut usia. Dan para pekerja lanjut usia cenderung lebih sedikit absen, lebih sedikit mengalami kecelakaan, dan lebih memperoleh kepuasan kerja, dibandingkan dengan rekan-rekannya yang lebih muda (Warr, 2004 dalam Santock, 2011). Ini berarti bahwa para pekerja yang lebih tua dapat memiliki nilai yang cukup penting bagi sebuah perusahaan, melebihi kompetensi kognitif mereka.
Di samping itu, pekerjaan yang lebih kompleks berkaitan dengan tingkat fungsi intelektual yang tinggi (Schooler, 2007 dalam Santock, 2011). Hal ini merupakan suatu relasi yang bersifat timbal-balik, yakni individu yang memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi cenderung terus bekerja hingga usia lanjut, dan apabila mereka terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan yang kompleks, pekerjaan ini cenderung akan mengingkatkan fungsi intelektual mereka.
Jumlah orang-orang setengah-baya dan lanjut usia memulai karir kedua atau ketiga semakin tinggi (Moen & Spencer, 2006 dalam Santock, 2011). Banyak orang lanjut usia juga menjadi pekerja yang tidak dibayar – sebagai sukarelawan atau sebagai partisipan aktif dalam asosiasi sukarela. Pilihan ini memberikan peluang kepada mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang produktif, menjalin interaksi sosial, dan memperoleh identitas yang positif.
Singkatnya, usia mempengaruhi banyak aspek dalam pekerjaan (Bohle, Pitts, & Quinlin, 2010; Falba, Sindelar, & Gallo, 2009; Charness, Czaja, & Sharit, 2007 dalam Santock, 2011). Meskipun demikian, banyak studi mengenai kerja dan usia lanjut – seperti faktor evaluasi mengenai persewaan dan unjuk kerja – mengungkapkan hasil yang tidak konsisten. Faktor-faktor kontekstual yang penting, seperti komposisi usia dari suatu departemen atau kelompok pelamar, pekerjaan, semuanya memengaruhi keputusan mengenai pekerja lanjut usia. Hal lain yang juga penting diketahui adalah bahwa stereotip terhadap pekerja lanjut usia dan jenis-jenis tugas yang ditangani, dapat membatasi peluang karier mereka dan mendorong pensiun dini atau pembatasan pekerja yang berdampak pada mereka (Finkelstein & Farrel, 2007 dalam Santock, 2011). Di samping itu, atribut yang ditujukan kepada para karyawan lanjut usia, yang merupakan stereotip yang negatif, seringkali berfokus pada keterampilan, adaptabilitas, kreativitas, dan minat dalam teknologi mutakhir (Scilfa & Fernie, 2006 dalam Santock, 2011).


1.      Penyesuaian Pekerjaan
            Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang mereka sadari tak mungkin akan ada. Akibatnya, mereka lebih puas dengan pekerjaannya daripada orang yang lebih muda. Bahkan mengetahui bahwa sebentar lagi mereka akan pensiun, tidak mempengaruhi sikap mereka terhadap pekerjaannya jika mereka memang menikmati apa yang mereka kerjakan. Wanita yang tidak bekerja selama masa dewasa dini ketika mereka sibuk dengan pekerjaan rumahtangga dan mengurus anak, seringkali bekerja pada usia madya dan mendapatnya sebagai kompensasi kepuasan dari tanggungjawab keluarga dari rumah semakin berkurang. Bagaimanapun juga wanita dari kelompok ini cenderung merasa kurang puas dengan pekerjaannya ketimbang pria. Hal ini terutama sekali karena pekerjaan yang tersedia bagi wanita madya yang mencoba untuk bekerja kembali kurang menarik dan kurang menantang daripada pekerjaan yang tersedia atau yang dikerjakan oleh pria madya yang berpindah ke pekerjaan lain pada usia madya. Akibatnya, wanita usia lanjut merasa kurang puas dengan pekerjaannya dan merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun ketimbang pria usia lanjut.
2.      Sikap terhadap Kerja
            Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama pada usia lanjut karena sikap kerja ini tidak hanya mempengaruhi kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga sikapnya terhadap masa pensiun yang akan datang. Pada masa usia lanjut, yang juga terjadi pada tingkat usia lain selama tentang hidup masa dewasa, orang mempunyai alasan yang berbeda terhadap pekerjaan yang diinginkan. Seperti yang diungkapkan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 2003:414) bahwa sikap terhadap kerja merupakan dasar terhadap pekerjaan yang diinginkan. Pekerja dapat mempunyai salah satu dari dua sikap terhadap jenis pekerjaan apapun. Apabila mereka memiliki sikap memelihara masyarakat terhadap kerja, waktu luang mereka lebih berharga daripada waktu kerja. Jika dilain pihak, mereka mempunyai sikap yang melibatkan ego atau kepentingan pribadi, waktu untuk kerja jauh lebih berharga daripada waktu luang.
            Budaya sikap yang berlaku sebelumnya terhadap kerja juga dapat mempengaruhi sikap pekerja usia lanjut terhadap pekerjaannya. Mereka yang pertumbuhan masa dewasanya terjadi ketika sikap budaya terhadap pekerjaan pada umumnya lebih menyenangkan dibandingkan dengan sekarang, mempunyai sikap kerja yang sangat berbeda dibandingkan dengan orang muda. Hal ini mau tidak mau mewarnai sikap mereka terhadap pekerjaannya dan menambah kesulitan mereka dalam menyesuaikan diri karena tidak dapat memperoleh pekerjaan, padahal kondisi secara fisik masih memungkinkan untuk bekerja. Bagi para usia lanjut yang berorientasi pada kerja, dengan memiliki pekerjaan yang dapat memberikan status dan harga diri merupakan hal yang utama bagi kesehatan mental yang baik. Pekerjaan yang bersifat menguntungkan memang penting peranannya untuk penyesuaian diri yang baik bagi orang yang semacam itu, karena pada umumnya mereka merasa terhina kalau bekerja di tempat yang sifatnya sukarela dan menganggap bahwa pekerjaan seperti itu "tidak maskulin".
3.      Kondisi Yang Membatasi Kesempatan Kerja Bagi Pekerja Usia Lanjut
a.      Wajib Pensiun
Karena sebagian besar industri, perusahaan dan pemerintah mewajibkan pekerja pada tingkat usia tertentu untuk pensiun dari usia enam puluhan sampai tujuh puluh tahun, mereka tidak mau lagi merekrut pria atau wanita yang mendekati usia wajib pensiun karena waktu tenaga dan biaya untuk melatih mereka sebelum bekerja relatif mahal.
b.      Kebijakan Perekrutan
Apabila bagian personalia perusahaan dan industri dipegang oleh pejabat yang masih muda, maka para usia lanjut akan sulit mendapatkan pekerjaan.
c.       Rencana Pensiun
Adanya hubungan yang erat antara rencana pensiun yang ada pada perusahaan dan industri dengan kegagalan perusahaan untuk memanfaatkan para pekerja usia lebih dari enam puluh lima tahun.
d.      Sikap Sosial
Kepercayaan yang sudah tersebar luas berbunyi bahwa para pekerja yang sudah tua mudah terkena kecelakaan, bahwa mereka kerja lamban ketimbang pekerja muda, dan bahwa mereka perlu dilatih lagi agar dapat menggunakan teknik-teknik modern, merupakan penghalang utama bagi perusahaan untuk mempekerjakan orang usia lanjut.
e.       Fluktuasi dalam Daur Usaha
Apabila kondisi usaha suram, biasanya pekerja usia lanjutlah yang pertama kali harus diberhentikan dan kemudian digantikan orang yang lebih muda apabila kondisi usaha sudah membaik.
f.        Jenis Pekerjaan
Periode kerja bagi pekerja pada posisi eksekutif dibatasi oleh kebijaksanaan pensiun pekerja yang terampil, setengah terampil, dan tidak terampil menyadari bahwa kekuatan dan kecepatan mereka berkurang dan mundur sejalan dengan usia dan akibatnya kegunaannya bagi majikan juga berkurang. Hanya pekerja yang memiliki usaha sendiri dan pekerja profesionallah yang dapat meneruskan pekerjaannya selama mereka ingin.
g.      Jenis Kelamin
Wanita pada umumnya lebih sulit untuk mempertahankan pekerjaannya ketimbang pria atau lebih sulit untuk memperoleh pekerjaan yang baru pada waktu mereka semakin tua. Jenis pekerjaan paruh waktu di kantoran tau toko dan pekerjaan domestik adalah diantara sekian kesempatan kerja yang tersedia untuk wanita usia lanjut. (Hurlock, 2003: 415)
4.      Kesempatan Kerja bagi Pekerja Usia Lanjut
            Sayang, bila pria atau wanita usia lanjut kehilangan pekerjaan, seringkali bukan karena kesalahan mereka sendiri, seringkali mereka menemukan kenyataan bahwa sangat sedikit kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka, walaupun mereka ingin bekerja dan sanggup untuk melakukan pekerjaan tersebut. Situasi yang serupa seperti ini juga terjadi bagi mereka yang ingin berganti pekerjaan, karena mereka merasa tidak puas dengan pekerjaan sekarang. Alasan yang terpenting tentang kesulitan tersebut bahwa selama usia madya kesempatan kerja berkurang dengan cepat. Pada usia madya sangat sulit bahkan sering tidak mungkin diperoleh. Apabila pekerja usia lanjut cukup beruntung memperoleh pekerjaan, jenis pekerjaan yang diperoleh pun lebih banyak bersifat monoton, pekerjaan yang tidak berkembang, dan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan dan latihan yang pernah diterima. Akibatnya mereka merasa tidak puas. Secara relatif, hanya ada beberapa pekerjaan yang terbuka bagi orang usia lanjut yang berketerampilan tinggi atau jenis pekerjaan yang memerlukan tanggungjawab tinggi. Dalam dunia usaha dan industri hanya pekerjaan yang paling tidak menyenangkan saja yang tersedia bagi pekerja usia lanjut.
            Semua itu berarti bahwa secara keseluruhan skala pendapatan bagi kebanyakan pekerja usia lanjut berada pada urutan paling bawah dan hanya sedikit sekali yang memperoleh pendapatan tinggi. Akibatnya, banyak pekerja usia lanjut memperoleh hanya sedikit kepuasan dari pekerjaannya.
            Bahkan pekerja yang sanggup melaksanakan tugas dengan baik sekalipun harus menunggu bertahun-tahun, promosinya sangat lambat atau paling sedikit sampai mereka menjadi tua, sehingga pekerjaan yang memerlukan tanggungjawab lebih besar diserahkan pada pekerja yang lebih muda. Apabila mereka tidak kehilangan pekerjaannya, mereka merasa bahwa seolah-olah tugas mereka hanya menghitung-hitung waktu sampai mencapai usia pensiun dan karena itu manfaatnya bagi majikannya menjadi jauh kurang berharga ketimbang saat sebelumnya.
(Hurlock, 2003: 416)
5.      Penilaian Pekerja Usia Lanjut
            Studi tentang manfaat dan kerugian yang diperoleh apabila mengontrak pekerja usia lanjut membuahkan kesimpulan bahwa manfaat dan kerugiannya berbeda-beda bergantung pada jenis pekerjaan yang dikerjakan. Beberapa jenis pekerjaan mungkin lebih sesuai bagi pekerja usia lanjut dan beberapa jenis lainnya lebih cocok untuk pegawai yang lebih muda. Jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan pengalaman dan kemampuan membuat keputusan lebih mengutamakan kualitas hasil kerja daripada kecepatan. Sehingga jenis pekerjaan semacam ini lebih sesuai bagi pekerja usia lanjut. Bahkan pada pekerjaan dimana kecepatan dan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan tugas-tugas baru dianggap penting, seperti pekerjaan yang memerlukan keterampilan, tidak memerlukan keterampilan, dan tugas-tugas yang bersifat administratif. Pekerja usia lanjut dapat mengkompensasikan kelambanan dalam bekerja dan kesulitannya dalam menyesuaikan diri dengan stabilitas dan kemampuan bekerja tanpa pengawasan.
            Studi tentang pekerja usia lanjut menekankan pada kualitas kerja yang menyumbang keberhasilan mereka dalam kerja. Pekerja usia lanjut, misalnya, karena mereka mempunyai banyak pengalaman, cenderung bekerja dengan gerak yang lamban daripada pekerja muda yang kurang berpengalaman. Kelebihan ini dapat menutupi kelemahan mereka dalam bekerja. Pertambahan beban masalah yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya juga berkurang daripada pekerja muda yang keinginannya biasanya lebih dipusatkan pada cinta dan keluarga.
Pekerja usia lanjut seperti yang sudah dijelaskan, kurang resah dan kurang kecewa dengan pekerjaannya atau kurang minat untuk berganti pekerjaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda. Sedangkan volume pekerjaannya mungkin juga lebih sedikit daripada volume kerja orang muda. Mereka lebih sedikit melakukan kekeliruan, hal ini sebagian disebabkan karena cara membuat keputusan lebih baik dan sebagian lagi karena cara kerja mereka lebih lambat.
            Kesadaran para pekerja usia lanjut lebih besar karena sikap mereka lebih matang dan mereka ingin terus memiliki pekerjaan tersebut. Akibatnya, mereka biasanya lebih dapat terandal. Ketidakhadiran karena alasan sakit atau rasa tidak senang kerja paling banyak dilakukan oleh pekerja yang lebih muda, terutama mereka yang masih berumur di bawah dua puluh tahun, sedangkan pekerja usia lanjut jauh lebih jarang untuk tidak masuk.
            Ketidakmampuan karena sakit atau luka (disabling illnesses and injuries) merupakan kepercayaan populer yang membuat pekerja usia lanjut kurang tertarik pada pekerjaan yang penuh risiko, jauh lebih jarang mempengaruhi mereka daripada pekerja muda. Bahkan bagi pekerja yang berusia diatas usia tujuh puluh empat tahun yang dipengaruhi oleh ketidakmampuan yang kronis jumlahnya hanya separuh dari yang ada, itu pun kondisinya tidak cukup serius sehingga tidak menghalangi kemampuan kerja.
            Kemudahan memperoleh kecelakaan (accident pranata), nampaknya kurang begitu umum bagi pekerja usia lanjut daripada apa yang dipercayai dalam masyarakat. Argumentasi bahwa pekerja usia lanjut kurang begitu bisa bergaul dengan pekerja yang lebih muda dan teman sejawat daripada mereka yang masih muda adalah tidak benar. Sedangkan beberapa pekerja usia lanjut memang benar mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang rendah dengan mereka yang lebih muda daripada pekerja pada tingkat usia lain, tetapi persentase mereka tidak begitu besar ketimbang persentase pekerja yang lebih muda yang mempunyai kesulitan dalam bergaul dengan rekan sekerjanya. (Hurlock, 2003: 416-417)
D.    Masa Pensiun Pada Masa Dewasa Akhir
            Schawtz berkata (dalam Hurlock, 2003: 417) bahwa pensiun dapat merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu.
1.      Jenis Pensiun
            Menurut Hurlock (2013: 417) pensiun dapat saja berupa sukarela atau kewajiban yang terjadi secara reguler atau lebih awal. Beberapa pekerja menjalani masa pensiun secara sukarela, seringkali sebelum masa usia pensiun wajib. Hal ini mereka lakukan karena alasan kesehatan atau keinginan untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan melakukan hal-hal yang lebih berarti buat diri mereka daripada pekerjaannya. Bagi yang lain, pensiun dilakukan secara terpaksa atau disebut juga karena wajib pensiun, karena organisasi dimana seseorang bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas seseorang untuk pensiun tanpa mempertimbangkan apakah mereka senang atau tidak.
2.      Sikap terhadap Pensiun
            Sampai saat ini, pensiun masih merupakan masalah yang mempengaruhi sebagian kecil pekerja. Dewasa ini bagaimanapun juga dengan makin meluasnya kesadaran untuk kebijaksanaan menerima pensiun yang diwajibkan dan tumbuhnya kecenderungan pria dan wanita yang ingin hidup lebih lama dari sebelumnya, pensiun merupakan salah satu masalah sosial yang penting dalam kebudayaan kita. Setiap tahun, jurang antara rentang seluruh kehidupan bekerja bagi pria dan wanita semakin melebar. Akibatnya, lama masa pensiun semakin bertambah panjang dan bertambah lama bagi kebanyakan orang.
            Apabila masa pensiun itu betul-betul tiba, bagaimanapun juga masa itu nampak kurang diinginkan daripada masa sebelumnya. Orang-orang usia lanjut merasa bahwa tunjangan pensiunnya tidak mencukupi untuk memungkinkan mereka. Akibatnya, mereka merasa perlu untuk mencari pekerjaan guna menambah pendapatan mereka. Hal ini berarti bahwa bagi sebagian orang usia lanjut terdapat perbedaan antara pengharapan dan kenyataan pensiun.
            Havighust (dalam Hurlock, 2003: 418) membagi orang usia lanjut dalam dua kategori umum atas dasar sikap mereka terhadap pensiun. Kategori pertama disebut “pengalih peran” (transformer) mereka yang mampu dan mau mengubah gaya hidupnya dengan mengurangi kegiatan-kegiatan berdasarkan pilihan sendiri dengan menciptakan gaya hidup yang baru dan menyenangkan diri mereka sendiri.
            Kategori kedua disebut “pemelihara peran” (maintainers), seperti yang dijelaskan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 2003: 419), terus bekerja dengan melakukan pekerjaan penggal waktu (part time jobs) setelah pensiun. Mereka seperti “perubah peran”, jarang untuk rileks dan tidak mengerjakan apapun, tetapi apa yang mereka kerjakan merupakan lanjutan dari apa yang telah mereka lakukan bertahun-tahun sebelumnya, untuk beberapa bentuk pekerjaan mereka digaji seperti saat mereka bekerja dahulu.
3.      Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri terhadap Pensiun
            Menurut Hurlock (2013: 419) kondisi yang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa pensiun adalah:
a.       Para pekerja yang pensiun secara sukarela akan menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa terutama bagi mereka yang masih ingin melanjutkan bekerja.
b.      Kesehatan yang buruk pada waktu pensiun memudahkan penyesuaian sedangkan orang sehat mungkin cenderung melawan untuk melakukan penyesuaian diri.
c.       Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara bertahap ternyata lebih baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang tiba-tiba berhenti dari kebiasaan bekerja karena mereka tidak bisa mengatur persiapan pola hidup tanpa pekerjaan.
d.      Bimbingan dan perencanaan pra-pensiun akan membantu penyesuaian diri.
e.       Pekerja yang mengembangan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja rutin, yang sangat bermanfaat bagi mereka, dan menghasilkan kepuasan yang dulu diperoleh dari pekerjaannya, tidak akan menemukan masalah penyesuaian terhadap masa pensiun, yang secara emosional membingungkan mereka yang terbata-bata mengmbangkan minat pengganti.
f.       Kontak sosial sebagaimana ditemukan dalam rumah-rumah jompo, membantu mereka dalam rumah-rumah jompo, membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun. Baik tinggal dalam rumah mereka sendiri, atau di rumah anak yang sudah menikah atau anggota keluarga lainnya, menyebabkan orang pensiunan memutuskan untuk melakukan kontak sosial.
g.      Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan terhadap kehidupan semasa pensiun semakin baik penyesuaian dapat dilakukan.
h.      Status ekonomi yang baik, yang memungkinkan seseorang untuk hidup dengan nyaman dan dapat menikmati yang menyenangkan, adalah penting untuk penyesuaian yang baik pada masa pensiun.
i.        Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri terhadap masa pensiun sedangkan perkawinan yang banyak diwarnai oleh percekcokan cenderung menghambat.
j.        Semakin para pekerja menyukai pekerjaan mereka, semakin buruk penyesuaian terhadap pensiun. Terhadap hubungan yang bertolak belakang antara kepuasan kerja dengan kepuasan pensiun.
k.      Tempat tinggal seseorang mempengaruhi penyesuaian terhadap masa pensiun. Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai kekompakan dan berbagai kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik menyesuaikan tehadap masa pensiun.
l.        Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap sikap pekerja, terutama sikap terhadap pasangan hidupnya.
4.      Perbedaan Seks dalam Penyesuaian Diri dengan Masa Pensiun
            Secara umum, wanita menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada pria terhadap masa pensiun. Dalam hal ini ada beberapa alasan. Pertama, perubahan peran yang terjadi tidak begitu radikal karena dalam berbagai hal wanita selalu memainkan peran domestic entah ketika mereka masih belum menikah maupun setelah menikah, sepanjang hidup mereka, lebih-lebih terhadap peran sebagai pekerja.
            Kedua, karena pekerjaan menghasilkan lebih sedikit manfaat psikologis dan dukungan sosial bagi wanita, pensiun kurang menimbulkan trauma bagi wanita ketimbang pria. Ketiga, karena lebih sedikit wanita memegang posisi eksekutif mereka tidak merasa bahwa mereka tiba-tiba kehilangan kuasa dan prestise.
            Kelompok wanita yang tidak menikah dapat lebih baik menyesuaikan diri terhadap masa mempunyai sumber sosial yang lebih banyak yang dapat mengisi waktu luang mereka. Lagi pula mereka lebih bergantung pada kontak dengan unsur di luar keluarga (extrafamiliar). Hasilnya mereka mempunyai kelompok sosial di mana dia dapat bersama-sama mengisi waktu senggang pada masa pensiun.
            Sebaliknya, pria mempunyai sedikit sumber pengganti yang dapat menghasilkan kepuasaan, untuk menggantikan sarana yang biasa diperoleh dari pekerjan nya dahulu daripada yang dipunyai oleh wanita. Akibatnya bagi mereka pensiun dirasa lebih sebagai beban mental (traumatik) dan mereka kuang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan peran yang dijumpainya selama pensiun. (Hurlock, 2013: 420)
BAB III
KESIMPULAN
Keberhasilan seseorang dalam mengatasi masalah hidup di masa dewasanya mempunyai pengaruh terhadap konsep dirinya dan melalui kehidupan seperti itulah kepribadian seseorang terbentuk. Makin berhasil seseorang mengatasi masalah hidup pada masa dewasa, maka konsep pribadinya akan makin menyenangkan dan rasa percaya dirinya makin teguh, mantap, dan semakin tentram. Salah satu masalah yang paling banyak dihadapi oleh orang dewasa adalah peranan yang dilakukan dalam kegiatan kantor maupun sosial. Masalah utama dalam penyesuaian pekerjaan pada masa dewasa muda meliputi pemilihan pekerjaan, mencapai stabilitas dalam pilihan, dan penyesuaian terhadap situasi kerja. Sejauhmana keberhasilan pria dan wanita melakukan penyesuaian diri dapat dinilai dari prestasi, perubahan pekerjaan secara sukarela dan kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan.
Selain itu penyesuaian keluarga dan pekerjaan khususnya pada masa dewasa awal sangatlah sulit karena kebanyakan orang dewasa awal membatasi dasar-dasar karena adanya pembaruan (newness) peran-peran dalam penyesuaian diri. Keberhasilan penyesuaian diri dengan masa dewasa dapat dinilai dengan tiga kriteria yaitu prestasi dalam pola pekerjaan dan pola hidup yang dipilih seseorang, tingkat kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan dan pola hidup yang dipilih, dan keberhasilan dari penyesuaian personal.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E. (2003). Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang           Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. (2011). Life Span Development. Jakarta: Erlangga.

0 komentar:

Posting Komentar