A.
Pengertian
Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality.
Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang
berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau
pertunjukan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan
menmpilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya. (Nurihsan, 2008)
Selain itu, ada beberapa definisi dari berbagai aliran psikologi (Sarwono,
2013):
a.
Teori
Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud memandang kepribagidan terdiri
dari tiga komponen, yaitu Id (naluri), Ego (kesadaran atau “aku”), dan Superego
(hati nurani). Interaksi antar ketiga komponen itu terwujud dalam perilaku.
b.
Kaum
Behavioris, dipelopori oleh B.F. Skinner, memandang kepribadian sebagai
rangkaian kebiasaan (habit) yang tersusun dari sejumlah hubungan
rangsang (stimulus) dan reaksi (response) yang memperoleh
penguatan (reinforcement).
c.
Para
penganut Psikologi Kognitif berpendapat bahwa kognisi lah yang menentukan
perilaku. Isi kognisi atau kesadaran
adalah pengetahuan, minat, sikap, penilaian, dan harapan tentang dunia,
khususnya tentang orang-orang lain. Dengan demikian kepribadian adalah proses
kognitif, yaitu berpikir dan membuat keputusan.
d.
Psikologi
Humanistik menekankan pada kebebasan berkehendak sebagai bagian dari
kepribadian manusia. A.H. Maslow, salah satu pemuka aliran ini, berpendapat
bahwa kebutuhan manusia yang tertinggi adalah aktualisasi diri. Bagaimana
manusia itu berusaha untuk mencapaai aktualisasi dirinya, itulah yang
menentukan perilakunya.
e.
Dalam
teori Biopsikologi, Richard Davidson memandang kepribadian sebagai hasil kerja
bagian-bagian dari otak yang disebut prefrontal cortex (PFC) sebagai
pusat rasio dan amygdala sebagai pusat emosi.
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kepribadian
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi
perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor
lingkungan (environment). (Nurihsan, 2008)
1.
Faktor
Genetika (Pembawaan)
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara
langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah (1) kualitas
sistem syaraf, (2) keseimbangan biokimia tubuh, dan (3) struktur tubuh. (Nurihsan,
2008)
Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam
kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan
mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, inteligensi, dan
temperamen; (2) membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi
lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa
melebihi kapasitas atau potensi hereditas); dan mempengaruhi keunikan
kepribadian. (Nurihsan, 2008)
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian,
telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan
metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan
penelitian-penelitian tersebut (Nurihsan, 2008), yaitu:
a.
Penelitian
dengan Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
b.
Metode
Selektivitas Keturunan
c.
Penelitian
Terhadap Anak Kembar
d.
Keragaman
Konstitusi (Postur) Tubuh
2.
Faktor
Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian di antaranya
keluarga, kebudayaan, dan sekolah. (Nurihsan, 2008)
a.
Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian
anak. Alasannya adalah (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang
menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga, (3) para anggota keluarga merupakan “significant people”
bagi pembentukan kepribadian anak. (Nurihsan, 2008)
Di samping itu, keluarga juga dipandang sebagai lembaga yang dapat memenuhi
kebutuhan insani (manusiawi), terutama bagi pengembangan kepribadiannya dan
pengembangan ras manusia. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik dari orang
tua, ank dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-biologis, maupun
kebutuhan sosio-psikologis-nya. Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya, maka dia cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat. (Nurihsan, 2008)
b.
Faktor
Kebudayaan
Kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap setiap warganya,
baik yang menyangkut cara berpikir (cara memandang sesuatu), cara bersikap,
atau cara berperilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian ini dapat
dilihat dari perbedaan antara masyarakat modern, yang budayanya maju dengan
masyarakat primitif, yang budayanya masih sederhana. Perbedaan itu tampak dalam
gaya hidupnya (life style), seperti dalam cara makan, berpakaian,
memelihara kesehatan, berinteraksi, pencaharian, dan cara berpikir (cara
memandang sesuatu). (Nurihsan, 2008)
c.
Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak.
Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh itu di antaranya (Nurihsan,
2008),
sebagai berikut.
1.
Iklim
emosional kelas
2.
Sikap
dan perilaku guru
3.
Disiplin
(tata-tertib)
4.
Prestasi
belajar
5.
Penerimaan
Teman Sebaya
C.
Tipe-tipe
Kepribadian
Menurut Hippocrates dan Galenus (400 SM dan 175 M), manusia bisa
dibagi menjadi empat golongan menurut keadaan zat cair yang ada dalam tubuhnya. (Sobur, 2013)
1)
Melancholicus (melankolis), yaitu orang-orang yang banyak empedu hitamnya,
sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung atau muram,
pesimistis, dan selalu menaruh rasa curiga.
2)
Sanguinicus (sanguinis), yakni orang-orang yang banyak darahnya, sehingga
orang-orang tipe ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang atau
selalu gembira, dan bersikap optimis.
3)
Flegmaticus (flegmatis), yaitu orang-orang yang banyak lendirnya. Orang tipe ini
sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya
tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.
4)
Cholericus (koleris), yakni yang banyak empedu kuningnya. Orang tipe ini
bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendlikan diri,
sifatnya garang dan agresif.
Tipologi yang lebih modern dilakukan antara lain oleh Carl Gustav
Jung (1875-1961) yang mendasarkan penggolongannya pada perilaku atau
karakteristik psikologis saja (Sarwono, 2013), yaitu:
1.
Tipe
Introvert, yaitu orang dengan kepribadian yang cenderung untuk menarik diri dan
menyendiri, terutama dalam kedaan emosional, sedang menghadapi masalah atau
konflik. Ia pemalu dan lebih suka menyendiri daripada bergabung dengan orang
banyak.
2.
Tipe
Extrovert, yaitu orang yang dalam keadaan tertekan justru akan menggabungkan
diri dengan orang banyak sehingga bebannya berkurang. Ia peramah dan memilih
pekerjaan-pekerjaan seperti pedagang, pekerja sosial, juru bicara dan
semacamnya, yaitu pekerjaan-pekerjaanyang banyak melibatkan orang-orang.
3.
Tipe
Ambivert, yaitu orang-orang yang tidak termasuk introvert maupun ekstrovert.
Ciri kepribadiannya merupakan campuran dari kedua jenis kepribadian tersebut.
D.
Pengukuran-Pengukuran
Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan
diri (self report) kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau
penelusuran kepribadian seutuhnya (personality inventory, serangkaian
instrumen yang menyingkap sejumlah sifat). Dukungan empirik terpenting pada kesahihan
sifat dalam instrumen pelaporan diri diperoleh melalui kajian analisis faktor.
Informasi dalam butir-butir pertanyaan diperas (direduksi) ke dalam sejumlah
faktor yang terbatas, tanpa kehilangan informasi penting. (Sobur, 2013)
Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki
kepribadian:
1.
Observasi
Direk
Salah satu metode untuk mengukur kepribadian adalah dengan
menggunakan observasi direk (Muhadjir, 1992). Observasi direk mempunyai sasaran
khusus, dan memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya
indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti. (Sobur, 2013)
Observasi direk
diadakan dalam situasi yang dikontrol, dapat diulang atau dapat dibuat
replikasinya. Misalnya pada saat berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya.
Dengan demikian, metode observasi direk pada hakikatnya merupakan observasi quasi
experimental. (Sobur, 2013)
Ada tiga tipe metode dalam observasi direk (Sobur, 2013), yaitu:
a.
Time
Sampling Method
b.
Incident
Sampling
c.
Metode
Buku Harian Terkontrol
2.
Wawancara
(Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview) berarti
mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang
dinilai.
Dalam psikologi kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis
wawancara, yakni (a) stress interview, dan (b) exhaustive interview
(Muhadjir, 1992 dalam Sobur, 2013).
a.
Stress Interview
Stress
interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang dapat bertahan
terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui
seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan emosinya setelah
tekanan-tekanan ditiadakan. (Sobur, 2013)
b.
Exhaustive Interview
Exhaustive
interview merupakan cara interview yang berlangsung sangat lama;
diselenggarakan nonstop. Interviewer berganti-ganti, sementara interviewee
terus melayani pertanyaan-pertanyaan para interviewer tersebut.
Tujuannya adalah membuat interviewee lelah, melepaskan sikap defensifnya
supaya berbicara terus terang. (Sobur, 2013)
3.
Tes
Proyektif
Tes proyetif pada dasarnya memberi peluang kepada testee
(orang yang dites) untuk bebas dalam memberikan makna atau arti atas hal yang
disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah. Semua pemaknaan
benar-benar saja, diasumsikan sesuai dengan kepribadian atau minatnya; dan
memang dalam tes proyektif, tujuan sesungguhnya (hendak mengungkap apa) memang
disamarkan. (Sobur, 2013)
4.
Inventori
Kepribadian
Inventori
kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu untuk melaporkan reaksi
atau perasaannya dalam situasi tertentu. Kuesioner ini mirip wawancara
terstruktur dan ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap orang, dan
jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, sering kali dengan
bantuan komputer. (Sobur, 2013)
Inventori
kepribadian yang terkenal dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian
seseorang (Sobur, 2013), ialah:
a.
Minnesota
Multiphasic Personality Inventory
(MMPI)
b.
Rorced-Choise
Inventories (Inventori
Pilihan-Paksa)
c.
Humm-Wadsworth
Temperament Scale (H-W Temperament
Scale)
DAFTAR PUSTAKA
Nurihsan, S. Y. (2008). Teori
Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sarwono, S. W. (2013). Pengantar
Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sobur, A. (2013). Psikologi
Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
0 komentar:
Posting Komentar